Salah satu ciri yang paling dasar dari aswaja adalah moderat (tawasuth). Sikap ini tidak saja mampu menjaga para pengikut Aswaja dari keterperosokan kepada perilaku keagamaan yang ekstrem, tapi juga mampu melihat dan menilai fenomena kehidupan secara proporsional.
Kehidupan tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Itu karena budaya adalah kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dan untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Karena itu, salah satu karakter dasar dari setiap budaya adalah perubahan yang terus-menerus sebagaimana kehidupan itu sendiri. Dan karena diciptakan oleh manusia, maka budaya juga bersifat beragam sebagaimana keberagaman manusia.
Menghadapi budaya atau tradisi, ajaran Aswaja mengacu kepada salah satu kaidah fiqih “al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (mempertahankan kebaikan warisan masa lalu dan mengkreasi hal baru yang lebih baik). Kaidah ini menuntun untuk memperlakukan fenomena kehidupan secara seimbang dan proporsional. Seseorang harus bisa mengapresiasi hasil-hasil kebaikan yang dibuat orang-orang pendahulu (tradisi yang ada), dan bersikap kreatif mencari berbagai terobosan baru untuk menyempurnakan tradisi tersebut atau mencipta tradisi baru yang lebih baik. Sikap seperti ini memacu untuk tetap bergerak ke depan dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Oleh karena itu, kaum sunni tidak apriori terhadap tradisi. Bahkan fiqih sunni menjadikan tradisi sebagai salah satu yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan sebuah hokum. Hal ini tercermin dalam salah satu kaidah fiqih “ma la yudraku kulluh la yutraku kulluh” (jika tidak dapat dicapai kebaikan semuanya, tidak harus ditinggal semuanya).
No comments:
Post a Comment