ASWAJA AN-NAHDLIYAH
Ajaran Ahlussunnah wa al-jamaah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama

Oleh: Tim PWNU Jawa Timur

Tim Penyusun :
Masyhudi Muchtar
A. Rubaidi
A.Zainul Hamdi
Maftuhin
Andre

Penerbit: Khalista Surabaya


Daftar Isi :
BAB 1) Mukadimah. 

BAB 2) Sumber Ajaran Aswaja An-Nahdliyah. 
a. Madzhab Qauli
b. Madzhab Manhaji
c. Pengembangan Asas Ijtihad Madzhabi

BAB 3) Aqidah Aswaja An-Nahdliyah.
a. Konsep Aqidah Asy'ariyah
b. Konsep Aqidah Maturidiyah
c. Spirit Ajaran Asy’ariyah dan Maturidiyah

BAB 4) Syari’ah Aswaja An-Nahdliyah. 
- Kenapa Harus Empat Madzhab

BAB 5) Tasawuf Aswaja An-Nahdliyah. 

BAB 6) Tradisi dan Budaya.
a. Landasan Dasar Tradisi
b. Sikap Terhadap Tradisi

BAB 7) Kemasyarakatan.
a. Mabadi' Khairu Ummah
b. Maslahatul Ummah

BAB 8) Kebangsaan dan Kenegaraan. 

BAB 9) Khatimah (Penutup)


Saturday, October 5, 2013

Konsep Aqidah Asy'ariyah

Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah (Tawasuth) di antara kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang pada masa itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Dalam membicarakan perbuatan manusia, keduanya saling berseberangan. Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki peranan apapun. Sedang kelompok Qadariyah memandang bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri terlepas dari Allah. Dengan begitu, bagi Jabariyah kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qadariyah kekuasaan Allah terbatas.

Sikap Tawasuth ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al-kasb (upaya). Menurut Asy’ari, perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Kasb memiliki makna kebersamaan perbuatan manusia dengan kekuasaan Tuhan. Kasb juga memiliki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dengan konsep kasb tersebut, aqidah Asy’ariyah menjadikan manusia selalu berusaha secara aktif dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhanlah yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, aqidah Asy’ariyah, paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi, budaya, kebangsaan sampai memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan kekinian, seperti HAM, kesehatan, gender, otonomi daerah dan sebagainya.

Sikap Tasamuh (toleransi) ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan antara lain ditunjukkan dalam konsep kekuasaan mutlak Tuhan. Bagi Mu’tazilah, Tuhan wajib berlaku adil dalam meperlakukan makhluk-Nya. Tuhan wajib memasukkan orang baik ke dalam surga dan memasukkan orang jahat ke dalam neraka. Hal ini ditolak oleh Asy’ariyah. Alasannya, kewajiban berarti telah terjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan, padahal Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang bisa membatasi kehendak dan kekuasaan Tuhan. Meskipun dalam Al-Qur’an Allah berjanji akan memasukkan orang baik ke dalam surga dan orang yang jahat ke dalam neraka, namun tidak berarti kekuasaan Allah terbatasi. Segala keputusan tetap ada pada kekuasaan Allah SWT.

Jika dalam paham Mu’tazilah posisi akal di atas wahyu, Asy’ariyah berpendapat wahyu di atas akal. Moderasi ditunjukkan oleh Asy’ariyah. Ia berpendapat bahwa meskipun wahyu di atas akal, namun akal tetap diperlukan dalam memahami wahyu. Jika akal tidak mampu memahami wahyu, maka akal harus tunduk dan mengikuti wahyu. Karena kemampuan akal terbatas, maka tidak semua yang terdapat di dalam wahyudapat dipahami oleh akal dan kemudian dipaksakan sesuai dengan pendapat akal.

Dengan demikian, bagi Asy’ariyah rasionalitas tidak ditolak. Kerja-kerja rasional dihormati sebagai penerjemahan dan penafsiran wahyu dalam kerangka untuk menentukan langkah-langkah ke dalam pelaksanaan sisi kehidupan manusia. Yakni bagaimana pesan-pesan wahyu dpat diterapkan oleh semua umat manusia. Inilah pengejawantahan dari pesan Al-Qur’an bahwa risalah Islam adalah rahmatn lil ‘alamin. Namun agar aspek-aspek rasionalitas itu tidak menyimpang dari wahyu, manusia harus mengembalikan seluruh kerja rasio di bawah kontrol wahyu.

Masalah adanya sifat Allah, Mu’tazilah hanya mengakui sifat wujud Allah. Sementara, Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat. Walaupun sifat tidak sama dengan dzt-Nya, tetapi sifat dalah qadim dan azali. Allah mengetahui, misalnya, bukan dengan pengetahuan-Nya, akan tetapi dengan sifat ilmu-Nya. Dalam memahami sifat Allah yang qadim ini, Asy’ariyah berpendapat bahwa kalam, satu missal, adalah sifat Allah yang qadim dan azali, karena itu Al-Qur’an sebagai kalam Allah adalah qadim, Al-Qur’an bukan makhluk. Jadi ia tidak diciptakan.
Title: Konsep Aqidah Asy'ariyah; Written by Admin; Rating: 5 dari 5

No comments:

Post a Comment