Sejak sebelum lahirnya, Indonesia merupakan negara plural yang didiami penduduk dengan beraneka ragam suku, adat istiadat, bahasa daerah, dan menganut berbagai agama, yang tinggal di lebih 17 ribu pulau, memanjang dari barat hingga timur hampir seperdelapan lingkar bumi. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama merupakan salah satu komunitas yang hidup di situ, dan sejak mula menyadari dan memahami bahwa keberadaannya merupakan bagian tidak terpisahkan dari keanekaragaman itu. Karena itu, NU terus mengikuti dan ikut menentukan denyut serta arah bangsa ini berjalan. Karena itu, segala permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia juga ikut menjadi keprihatinan NU. Ibarat satu tubuh, bila salah satu bagian menderita, maka seluruhnya ikut merasakan.
Dalam kaitan ini, Nahdlatul Ulama mendasari dengan empat semangat : 1) Ruhut Tadayun, yaitu semangat beragama yang dipahami, didalami, dan diamalkan; 2) Ruhul Wathaniyah, yakni semangat cinta tanah air; 3) Ruhut Ta’addudiyah, yaitu semangat menghormati perbedaan; dan 4) Ruhul Insaniyah, berarti semangat kemanusiaan. Keempat semangat NU itu selalu melekat dan terlibat dalam proses perkembangan Indonesia.
Ruhut Tadayun menunjukkan bahwa NU mendorong warganya untuk senantiasa meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama. Bagi NU, Islam adalah agama yang ramah dan damai. Dengan nilai-nilai keindonesiaan yang terkandung dalam Islam, NU menjadi barometer kegiatan beragama yang moderat (tawasuth). Dengan semakin banyaknya konflik kekerasan yang disinggungkan dengan agama, NU harus lebih intensif terus mengembangkan sikap tawasuth ini ke masyarakat, tanpa pandang perbedaan agama dan keyakinan meraka. Pada individu Nahdliyin harus tertanam kesadaran (ghirah) Islamiyah (kepekaan membela eksistensi Islam) dan tetap menghormati orang lain yang memeluk agama yang berbeda.
Keterlibatan NU dalam pergerakan kebangsaan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia, NU telah secara aktif menerapkan semangat cinta tanah air atau ruhul wathaniyah. Bahkan, ketika sebagian umat muslim mengajukan Syari’at Islam sebagai ideologi negara dengan memasukkan tujuh kata dalam Pancasila yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”, NU rela menghilangkannya demi persatuan bangsa tanpa harus mengorbankan aqidah. Ini gambaran jelas betapa NU sangat konsisten dengan perjuangan para pahlawan yang berasal dari berbagai macam latar belakang agama dan etnis yang ikut berjuang memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Dengan demikian, sudah menjadi keyakinan warga Nahdliyin bahwa Pancasila merupakan wujud upaya umat Islam Indonesia dalam mengamalkan agamanya.
Dengan melihat semanagt cinta tanah air atau ruhul wathaniyah tersebut, NU sejak awal menyadari bahwa keanekaragaman bangsa ini harus dipertahankan. Bagi NU, keanekaragaman bangsa Indonesia bukanlah penghalang dan kekurangan, melainkan kekayaan dan peluang, sehingga warga Nahdliyin menganggap perlu agar seluruh warganya selalu menjunjung tinggi untuk menghormati keanekaragaman itu. Di dalam Islam sendiri terdapat berbagai aliran dan madzhab yang berbeda-beda. Begitu pula halnya dengan perbedaan etnis dan ras serta bahasa yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Perbedaan di mata NU bukan untuk dipertandingkan dan diadu mana yang terbaik dan mana yang terburuk. Perbedaan itu, sebaliknya, ditempatkan sebagai modal bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Di sini dapat dilihat, betapa konflik etnis dan aliran keagamaan dan keyakinan tidak pernah menjadikan NU patah arang. Justru dengan konflik-konflik itu NU selalu mendorong semua pihak agar menghormati perbedaan yang ada, karena bangsa ini memang bangsa yang multicultural, bangsa yang kaya akan keanekaragaman agama, etnis, ras, dan bahasa. Semangat ini biasa disebut dengan ruhut ta’addudiyah (semangat menghormati perbedaan).
Ruhul Insaniyah adalah semangat yang mendorong setiap warga negara Indonesia untuk menghormati setiap hak manusia. Meski NU merupakan organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia bahkan di dunia, namun kebesaran itu tidak menjadikan NU melihat organisasi masyarakat dan agama yang kecil dengan sebelah mata. Kebesaran ini, bagi NU karena adanya pengakuan hak dan derajat yang sama kepada semua warga negara, yang secara tidak langsung ikut mempengaruhi pandangan orang tentang penghargaan NU terhadap nilai-nilai kemanusiaan, yang pada akhirnya orang-orang yang sebelumnya tidak menjadi warga NU kemudian beralih menjadi warga Nahdliyin.
Keempat semangat inilah yang menjadi kunci NU kemudian menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia dan dunia. Dengan demikian, sebuah kemunduran jika NU melupakan empat semangat ini.
No comments:
Post a Comment