ASWAJA AN-NAHDLIYAH
Ajaran Ahlussunnah wa al-jamaah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama

Oleh: Tim PWNU Jawa Timur

Tim Penyusun :
Masyhudi Muchtar
A. Rubaidi
A.Zainul Hamdi
Maftuhin
Andre

Penerbit: Khalista Surabaya


Daftar Isi :
BAB 1) Mukadimah. 

BAB 2) Sumber Ajaran Aswaja An-Nahdliyah. 
a. Madzhab Qauli
b. Madzhab Manhaji
c. Pengembangan Asas Ijtihad Madzhabi

BAB 3) Aqidah Aswaja An-Nahdliyah.
a. Konsep Aqidah Asy'ariyah
b. Konsep Aqidah Maturidiyah
c. Spirit Ajaran Asy’ariyah dan Maturidiyah

BAB 4) Syari’ah Aswaja An-Nahdliyah. 
- Kenapa Harus Empat Madzhab

BAB 5) Tasawuf Aswaja An-Nahdliyah. 

BAB 6) Tradisi dan Budaya.
a. Landasan Dasar Tradisi
b. Sikap Terhadap Tradisi

BAB 7) Kemasyarakatan.
a. Mabadi' Khairu Ummah
b. Maslahatul Ummah

BAB 8) Kebangsaan dan Kenegaraan. 

BAB 9) Khatimah (Penutup)


Saturday, October 5, 2013

Konsep Aqidah Maturidiyah

Pada prinsipnya, aqidah Maturidiyah memiliki keselarasan dengan aqidah Asy’ariyah. Itu ditunjukkan oleh cara memahami agama yang tidak secara ekstrem sebagaimana dalam kelompok Mu’tazilah. Yang sedikit membedakan keduanya, bahwa Asy’ariyah fiqihnya menggunakan madzhab Imam Syafi’i dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah menggunakan madzhab Imam Hanafi.

Asy’ariyah berhadapan langsung dengan kelompok Mu’tazilah, tapi Maturidiyah menghadapi berbagai kelompok yang cukup banyak. Di antara kelompok yang muncul pada waktu itu adalah Mu’tazilah, Mujassimah, Qaramithah, dan Jahmiyah. Juga kelompok agama lain, seperti Yahudi, Majusi, dan Nasrani.

Sikap Tawasuth yng ditunjukkan oleh Maturidiyah adalah upaya pendamaian antara al-naqli dan al-‘aqli (nash dan akal). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (naql), sama juga salah apabila kita larut tidak terkendali dalam menggunakan rasio (‘aql). Menggunakan ‘aql sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab akal yang dimiliki oleh manusia juga berasal dari Allah, karena itu dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akal dalam memahami tanda-tanda (al-ayat) kekuasaan Allah yang terdapat di alam raya. Dalam Al-Qur’an misalnya ada kalimat liqaumin yatafakkarun, liqaumin ya’qilun, liqaumin yatadzakkarun, la’allakum tasykurun, la’allakum tahtadun dan sebagainya. Artinya bahwa penggunaan akal itu, semuanya diperuntukkan agar manusia memperteguh iman dan takwanya kepada Allah SWT.

Yang sedikit membedakan dengan Asy’ariyah adalah pendapat Maturidiyah tentang posisi akal terhadap wahyu. Menurut Maturidiyah, wahyu harus diterima penuh. Tapi jika terjadi perbedaan antara wahyu dan akal, maka akal harus berperan mentakwilkannya. Terhadap ayat-ayat tajsim (Allah bertubuh) atau tasybih (Allah serupa makhluq) harus ditafsirkan dengan arti majazi (kiasan). Contoh seperti lafal yadullah yang arti aslinya “tangan Allah” ditakwil menjadi “kekuasaan Allah”.

Tentang sifat Allah, Maturidiyah dan Asy’ariyah sama-sama menerimanya. Namun, sifat-sifat itu bukan sesuatu yang berada di luar dzat-Nya. Sifat tidak sama dengan dzat, tetapi tidak dari selain Allah. Misalnya, Tuhan Maha Mengetahui bukanlah dengan Dzat-Nya, tetapi dengan pengetahuan (‘ilmu)-Nya (ya’lamu bi’ilmih).

Dalam persoalan ”kekuasaan” dan “kehebdak” (qudrah dan iradah) Tuhan, Maturidiyah berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh Tuhan sendiri. Jadi tidak mutlak. Meskipun demikian, Tuhan tidak dapat dipaksa atau terpaksa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Misalnya Allah menjanjikan orang baik masuk surga, orang jahat masuk neraka, maka Allah akan menepati janji-janji tersebut. Tapi dalam hal ini, manusia diberikan kebebasan oleh Allah menggunakan daya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Itulah keadilan Tuhan.

Karena manusia diberi kebebasan untuk memilih dalam berbuat, maka – menurut Maturidiyah – perbuatan itu tetap diciptakan oleh Tuhan. Sehingga perbuatan manusia sebagai perbuatan bersama antara manusia dan Tuhan.. allah yang mencipta dan manusia yang meng-kasab-nya. Dengan begitu manusia yang dikehendaki adalah manusia yang selalu kreatif, tetapi kreatifitas itu tidak menjadikan makhluk sombong karena merasa mampu menciptakan dan mewujudkan. Tetapi manusia yang kreatif dan pandai bersyukur. Karena kemampuannya melakukan sesuatu tetap dalam ciptaan Allah SWT.
Title: Konsep Aqidah Maturidiyah; Written by Admin; Rating: 5 dari 5

No comments:

Post a Comment